Sejarah
Sekilas
Sejarah Berdirinya IMM UB
IMM UB mulai dirintis untuk didirikan pada akhir tahun 1994.
Di mana walau mulai berdiri secara resmi awal 1995, namun kader IMM yang berkuliah
di UB mulai ada sejak awal tahun 1990an. Bahkan pada tahun 1992, ketua umum PC
IMM Malang adalah berasal dari mahasiswa UB, yaitu Arief Hoetoro selaku ketum
PC IMM Malang serta beberapa kader UB seperti Amiruddin Jauhari, dan beberapa mahasiswa lainnya duduk
di kepengurusan IMM Cabang Malang. Kader-kader IMM yang berkuliah di UB sampai
berdirinya komisariat IMM UB secara resmi, dalam aktualisasinya bergabung
dengan IMM UMM. Namun, setelah Arif Hoetoro dkk sampai purna amanah di
kepengurusan PC IMM Malang (dan bahkan sebagian besar kader UB tersebut melanjutkan
ke jenjang DPD IMM Jawa Timur), IMM komisariat UB belumlah bisa didirikan.
Pada tahun 1994, niatan besar untuk mendirikan IMM Komisariat
UB mulai dirintis. Para perintisnya adalah mahasiswa angkatan 93 dan 94. Sebagian
dari perintis IMM Komisariat UB sebelumnya adalah kader-kader IRM atau
putra-putri keluarga Muhammadiyah yang saat kuliah bergabung dengan HMI UB,
yang memang saat itu menjadi alternatif tempat aktualisasi aktivis muda Muhammadiyah
ketika IMM belum ada. Namun berangkat dari keresahan bahwa di tubuh HMI sendiri
sering terjadi pergulatan/perbenturan ideology gerakan (antara Muhammadiyah,
NU, dan sosialisme) yang tidak lagi sehat, serta terlalu bergerak ke ranah
politik praktis, maka kader-kader muda Muhammadiyah tersebut menganggap HMI
tidak kondusif lagi untuk mejadi tempat aktualisasi dan membina ideologi
ke-Muhammadiyahan, berdakwah dan memperdalam ajaran Islam yang benar. Padahal
anak-anak muda Muhammadiyah tersebut memiliki motivasi awal bergabung dengan
HMI adalah untuk membina ideologi ke-Muhammadiyahan mereka, yang memang HMI
sendiri sebelum berdirinya IMM di Jogjakarta tahun 1964 dianggap merupakan
wadah bagi kader-kader Muhammadiyah. (selengkapnya baca buku tentang sejarah IMM).
Selain itu, mereka memang sejak lama ingin mendirikan IMM di kampus non PTM
(Perguruan Tinggi Muhammadiyah) seperti yang ada di kota-kota lainnya (seperti
Surabaya, Jogja, Solo, Jakarta, dll). IMM didirikan untuk menampung aktualisasi
kader-kader muda Muhammadiyah agar konsisten terhadap faham Islam menurut
Muhammadiyah, juga untuk wadah pengkaderan angkatan Muda Muhammadiyah itu
sendiri. Hal ini bisa terlihat, lebih dari separo angkatan pertama IMM (angkatan
93) adalah mereka yang sebelumnya aktif di HMI UB, seperti Abdul Ghofar sendiri
yang akhirnya menjadi ketua umum pertama IMM UB (1995-1997). Hal yang sama juga
terjadi di UM dan IAIN (sekarang UIN) Malang. Namun, para pendahulu IMM
tersebut keluar dengan sportif dan santun dan bahkan tetap menjalin ukhuwah
dengan HMI dan berusaha untuk tidak merugikan HMI itu sendiri.
Mendirikan
IMM UB tidaklah mudah. Setahun pertama intimidasi
dari HMI serta organ-organ pergerakan mahasiswa lainnya, baik yang
Islam,
sosialis maupun nasionalis tak kunjung lelah menghampiri kader-kader
IMM. Namun
berkat keistiqomahan dan loyalitas tinggi serta dukungan dari
kader-kader
mahasiswa UB yang sebelumnya telah bergabung di IMM UMM, tahun 1996 IMM
UB
telah eksis menjadi organisasi mahasiswa Islam ekstra kampus dan mampu
berkontribusi. Keharusan sejarah, tujuan dan idealisme yang
melatar belakangi berdirinya IMM UB telah seharusnya menjadi bahan
pembelajaran
dan renungan bagi kader-kader IMM UB di masa kini dan mendatang untuk
selalu
menjaga motivasi yang melatarbelakangi terbentuknya IMM Komisariat UB
yaitu
Faktor Ideologi (Islam dan Muhammadiyah), dakwah, pengkaderan dan faktor
idealisme gerakan mahasiswa Islam, agar IMM tetap berada pada koridornya
sebagai gerakan dakwah keIslaman, kemahasiswaan dan kemasyarakatan dan
kontribusinya
dapat dirasakan secara rill oleh Islam, umat dan bangsa.
·
Peristiwa
1999 dan 2004
Setelah IMM UB berdiri secara resmi awal tahun 1995, IMM UB
terus bergerak, berkontribusi dalam ranah dakwah mahasiswa Islam. Saat itu, di
gerakan mahsiswa Islam ekstra kampus UB berdiri 3 organisasi, yaitu HMI, PMII
dan IMM. Namun sebenarnya di kalangan mahasiswa sendiri sudah ada beberapa
ideology besar lain yang berkembang selain ketiga organisasi tersebut (yang
notabene dari Muhammadiyah dan NU), yaitu Salafi(yah)-Wahabiyah (dari Arab
Saudi), Hizbut Tahrir dari Palestina-Asia Tengah, dan Ikhwanul Muslimin
(Gerakan Tarbiyah) dari Mesir, Jamaah Tabligh dari India. Namun
ideology-ideologi baru tersebut yang merupakan ideology transnasional selama
Orde baru menjadi gerakan under ground dan menyusupi organ-organ mahasiswa
Islam dan Ormas Islamyang telah ada dan melakukan aktivitas penyebaran ideology
di dalamnya secara sembunyi-sembunyi. Pada tahun 1998, terjadilah gerakan
reformasi nasional yang dimotori oleh gerakan mahasiswa termasuk di
dalamnya IMM yang berhasil menggulingkan
rezim Orde Baru yang otoriter dan korup dan menegakkan orde reformasi. Hal
tersebut memberi angin kebebasan berekspresi dan berideologi bagi warga Negara.
Saat itulah, gerakan-gerakan ideology baru muncul ke permukaan dan
bermetarmofosis menjadi organisasi-organisasi dan gerakan social keagamaan.
Mereka yang sebelumnya “berlindung” di balik Ormas-Ormas Islam dan Organisasi
mahasiswa Islam yang telah ada, keluar untuk menegakkan eksistensinya. Hal ini
tentu saja menimbulkan masalah bagi Ormas dan Organisasi Mahasiswa Islam yang
telah ada, karena anggota-anggotanya cukup banyak yang terbujuk untuk menerima
ideolgi transnasional dan keluar dari organisasi untuk mendirikan organisasi
yang baru. Karena, di Ormas-Ormas Islam Indonesia (termasuk Muhammadiyah)
sangat toleran terhadap perkembangan wacana pemikiran Islam yang berkeng di
dalam organisasinya, dengan harapan hal itu menambah khazanah kekayaan
pemikiran yang nantinya diharapkan organisasi tersebut bergerak lebih progresif
dan dinamis. Namun yang terjadi malahan ideology baru tersebut merusak dengan
ditandainya hijrahnya (baca: pindahnya) kader, terjadinya perebutan kader,
bahkan sambil merebut amal usaha yang ada seperti Masjid, sekolah yang secara
etika tidak dibenarkan.
Hal
yang sama terjadi pada IMM UB. Sejak awal, memang telah ada anggotanya yang
belum mantap ideology ke-Muhammadiyahannya terpukau dengan ideology baru yang
ada yang disebarkan oleh “penyusup-penyusup” yang ada di IMM. Setelah energy
terkuras cukup banyak dalam mensukseskan reformasi, euphoria keberhasilan
menjadikan IMM UB lengah dalam menjalankan aktivitas organisasinya (juga
terjadi di organisasi lain), kegiatannya yang tidak seintensif dulu lagi, baik
pembinaan kader, keilmuan dan sosial, dan di saat yang bersamaan muncullah
organisasi-organisasi baru yang dilatarbelakangi ideology transnasional
tersebut, sehingga anggota-anggota IMM UB yang berideologi ganda (yang
jumlahnya terus berkembang) terseret arus, menggerogoti dan melemahkan
organisasi untuk mendirikan organisasi baru yang telah mereka idam-idamkan
sejak lama tersebut dan meninggalkan IMM UB. Hal tersebut merupakan pukulan
telak bagi IMM UB, sehingga terjadi kevakuman hampir setahun lamanya. Jadi
anggota-anggota yang ada terbelah, ada yang hijrah dan mendirikan organisasi
baru (KAMMI pada 1998), ada yang
kehilangan idealisme aktivisnya dan menjadi sosok yang studi oriented
dikarenakan musuh nyata bangsa (Orde Baru) telah tergulingkan, sedangkan
kader-kader yang ada umumnya sudah semester lanjut dan lainnya yang aktif
tinggal sedikit. Sedangkan lainnya bingung, dikarenakan sales-sales ideology
baru berhasil membuat hilang keyakinannya terhadap wadah IMM sebagai tempat
aktualisasi yang tepat. Mereka tidak hijrah ke organisasi lain, namun akhirnya
mereka hilang entah ke mana. Organisasi baru yang berdiri membutuhkan
amunisi-amunisi kader baru yang telah memiliki bekal organisasi, sehingga tidak
ada cara lain untuk membuat eksis dengan cepat selain dengan merebut kader-kader
dari organisasi yang telah ada yang mereka infiltrasi dan brainstorming ideologinya sejak lama. Karena bagi mereka,
orang-orang yang berada di luar kelompoknya harus diislamkan (walau mereka
muslim) dengan cara mengajak mereka masuk ke dalam organisasi/harakahnya.
Namun, kader-kader IMM UB yang tersisa mencoba bangkitkan
kembali IMM UB yang hampir setahun vakum ditinggal hijrah dan digerogoti oleh
orang lain dan akhirnya pada awal 2000 IMM UB bangkit kembali. Membangun
eksistensi dari awal kembali, mencoba menjadi organisasi yang sehat, akhirnya
IMM UB berhasil membuktikan bahwa mereka bukanlah organisasi kacangan yang
mudah diporak-porandakkan oleh orang lain dan mulai diperhitungkan kembali
dalam ranah organisasi ekstra kampus. Bahkan pada angkatan 2000, IMM UB
mendorong salah satu kadernya untuk mengikuti Pemilu Mahasiswa, walau kalah
namun diluar dugaan mampu menjadi runner up dibandingkan dengan organisasi lain
yang telah eksis lama dan lebih besar.
Eksis kembalinya IMM UB ditanggapi sebagai ancaman oleh
organisasi lainnya, terutama KAMMI dengan Gerakan Tarbiyahnya. Penyusupan kader
Tarbiyah kembali terjadi mulai angkatan tahun 2000/2001. Pihak IMM UB sendiri
menilai kembalinya para aktivis IMM yang hijrah ke KAMMI ditanggapi positif
tanpa kecurigaan. Memang benar, ada kader yang kembali karena ingin kembali
membangun IMM dan Muhammadiyah, namun ada yang kembali untuk melancarkan aksi “dakwahnya”
menyebarkan ideologi Ikhwanul Muslimin (IM) yang menurut mereka lebih Islami
dan benar daripada Muhammadiyah. Pada periode 2003/2004 infiltrasi ideology
makin gencar, dan berhasil membuat kader-kader IMM berideologi ganda,
dikarenakan ada settingan dari para “penyusup” ideologi untuk meminimalkan
kegiatan pengkaderan dan penguatan ideology ke-Muhammadiyahan di IMM, malahan
wacana yang ada di kader adalah wacana IM dengan model Gerakan Tarbiyahnya.
Puncaknya pada periode 2004/2005, di mana mereka berhasil menaikkan ketua umum
yang secara ideologis sudah jauh dari faham ke-Muhammadiyahan dan memilih PH
yang juga sudah luntur dan tidak faham nilai-nilai ke-Muhammadiyahan. Bahkan
secara sembunyi-sembunyi mereka juga dobel keanggotaan di organisasi
ekstra kampus lain (KAMMI), padahal
sudah ada kesepakatan bersama dari semua OMEK dan etika yang berlaku, bahwa tidak
boleh seseorang merangkap keanggotaan di organisasi ekstra kampus sejenis untuk
menghindari konflik dan fitnah serta optimalisasi potensi kader, namun tetap
ukhuwah harus di jaga untuk tidak menimbulkan perpecahan umat. Klimaksnya,
ketum IMM UB untuk mengikatnya ke Tarbiyah diamanahi sebagai Ketua Bidang PSDM
di KAMMI Daerah Malang, sebuah jabatan yang sangat prestisius di KAMMI. Pengkaderan
yang ada di IMM pun amburadul ditambah dengan hampir seluruh kader IMM ikut
halaqah/liqa’ yang menjadi ujung tombak pengkaderan di Tarbiyah, sehingga
semakin tercerabutlah ideology ke-Muhammadiyahan mereka.
Dampaknya kepemimpinan periode 2004/2005 membuat gerak IMM UB
tidak pasti, bias dan sekedar asal-asalan. Karena ternyata sebagian besar PH
lebih mementingkan organisasi lain ketimbang IMM. Bahkan IMM hanya dijadikan
sebagai alat kepanjangan tangan rekruitmen anggota untuk nantinya diarahkan ke
Tarbiyah. Setelah periode ini berakhir, terjadi hijrah besar-besaran kader IMM,
dimana sebagian besar pindah ke KAMMI ataupun mereka yang aktif di PKS dan
lembaga-lembaga sosialnya (LAZIS, lembaga pendidikan dan social underbow
PKS/IM/Tarbiyah), atau mereka yang kabur karena melihat IMM menjadi organisasi
yang kacau ataupun mereka yang sebenarnya tidak mempan dibujuk untuk ke Tarbiyah,
namun mereka berhasil dibuat untuk tidak nyaman di IMM. Di saat itulah sedikit
sekali kader yang tersisa. Meraka adalah kader sisa yang tidak ikut pindah
karena mereka faham tentang Muhammadiyah (sebagian besar kader yang dulunya di
IRM), mereka yang fanatic terhadap Muhammadiyah (karena dari keluarga
Muhammadiyah yang kental), ataupun dia yang merasa enjoy saja di IMM yang saat
itu memang cukup minim kegiatan keagamaan dan mereka suka, atau mereka yang
sebenarnya sudah beridiologi IM/Tarbiyah, namun karena kasihan melihat IMM
akhirnya mereka tetap di IMM walau setengah hati.
Hal ini membuat IMM kembali vakum, walau masih ada
pengurusnya. Penulis sendiri sebelum menjadi Ketua Umum IMM UB, hanya sempat
mengikuti Mastama, DAD (walaupun hanya 2 materi) dan kajian rutin (walaupun
sebenarnya tidak rutin) 2 kali itupun IMM UB tidak mampu menyelenggarakan
sendiri dan bergabung dengan IMM UM. Dan bisa ditebak, kontribusi dan
eksistensi IMM UB sangatlah lemah. Dua kali diinfiltrasi dan disusupi oleh
ideology lain, bahkan sampai saat inipun (2009) Tarbiyah dan mungkin yang
lainnya juga berusaha melemahkan dan membuat kader-kader IMM UB bingung, melemahkan
ideology Muhammadiyah dengan wacana ideology lain, dan menarik-narik kader IMM
UB untuk ikut pembinaan mereka (seperti liqa’/halaqah) Tarbiyah dengan
pendekatan cultural yang sangat kuat dengan ancaman atau tekanan akan
mendepaknya dari aktivitas organisasi intra kampus yang dikuasasi oleh Tarbiyah
yang diikuti oleh kader-kader IMM UB. Sampai saat inipun cukup banyak
kader-kader IMM UB yang lebih silau dengan ideology lain (terutama Tarbiyah/IM
dengan gerakan politiknya PKS) daripada Muhammadiyah karena mereka sebenarnya
tidak faham atau malas/tidak mandiri dalam
memahami ideology Muhammadiyah yang padahal sampai saat ini tidak ada
satupun buku yang mencela prinsip-prinsip/landasan/ideology Muhammadiyah
dikarenakan Muhammadiyah adalah Islam. Hal ini
berbeda dibandingkan dengan harokah lainnya yang saling menjatuhkan den menggugat
serta mencela ideologinya (seperti yang saling dilakukan antara IM, HT dan
Salafiyah yang saling mencela diantaranya).
Pelajaran berharga dari masa lalu untuk kader-kader IMM UB yang harus
menguatkan pemahaman keIslaman/Ke-muhammadiyahannya agar tidak mudah silau dan
terpana dengan ideologi lainnya, sehingga dengan landasan ideology
(Islam=Muhammadiyah), IMM UB akan tetap eksis dan berkontribusi bagi umat dan
bangsa.
·
Al
Khairat, Base Camp IMM UB
Membahas tentang sepak terjang IMM UB, pasti tidak bisa
terpisahkan dengan satu masjid ini, yang sejak tahun 1990an terkenal sebagai
masjidnya aktivis, tidak hanya aktivis dari Unibraw, tetap juga dari UM (dulu
IKIP), UIN (dulu IAIN) serta UMM, dan telah melahirkan tokoh-tokoh terkenal
yang menghiasi belantika dunia social, politik, ekonomi, agama di malang,
bahkan Indonesia.sebut saja KH. Abdullah Hasyim, Prof.Dr.Thohir Luth,
Prof.Dr.Saad Ibrahim, Prof. Malik Fajar, dll. Serta ratusan tokoh-tokoh
lainnya, yang ditempa serta memulai aktivitas produktivitasnya dari masjid ini
ketika dulu berstatus mahasiswa. Masjid yang terkenal paling panjang sholatnya
ini, sejak tahun 2002 telah menjadi base camp resmi serta menjadi pusat
kegiatan IMM Ub, selain di kantor PDM Kota Malang, IMM UB, yang pada akhir
tahun 2004, mendapatkan ruangan di kompleks masjid untuk mendirikan kantor
sekretariatnya.
Harapan besar dari Takmir Masjid Al Khairat, agar masjid ini
tetap menjadi pusatnya aktivis serta mengajak berbagai golongan untuk
memakmurkannya, namun sesuai aturan menjadi sebuah kepercayaan yang bertepuk
sebelah tangan. Masjid yang juga diramaikan dengan aktivitas kegiatan selain
Persyarikatan Muhammadiyah, dan tentunya IMM, juga diramaikan dengan aktivitas
kegiatan warga RT/RW, HMI, HTI/GP, Jamaah Tabligh, KAMMI/tarbiyah/FOSI, Salafi
dan LDK/LDF UB, menjadi ajang rebutan oleh “jamah” di luar Muhammadiyah,
terlebih sejak pasca kepengurusan KH.Abdullah Hasyim menjadi Ketua Takmir,
eksistensi Takmir tidak diindahkan lagi. Kepercayaan untuk bersama-sama
meramaikan masjid telah dicederai. Pendek kata, ketika dahulu mereka(kelompok-kelompok
itu) kecil, mereka nurut, setelah besar, Takmir pun didepak(tidak dihormati).
Di waktu bersamaan, banyak masjid yang dikelola oleh Muhammadiyah direbut pihak
lain, yang terbanyak dari golongan Tarbiyah/Ikhwanul Muslimin/PKS dan Hizbut Tahrir yang memang sejak tahun
80an menjadikan Muhammadiyah tempat “persembunyian dan perlindungan” dari
penguasa ORBA untuk menyebarkan faham mereka.
Mulai
dari tidak meminta ijin pemakaian masjid untuk aktivitas kegiatan, pemakaian
inventaris masjid sembarang, bahkan dirusakkan tanpa tanggung jawab,
menempati/tinggal tanpa ijin, yang sebenarnya aturan ijin itu diterapkan sejak
dulu, agar tertib tanpa ada maksud menghambat. Maka, Takmir pun mengambil
kebijakan melarang seluruh aktivitas di luar kepentingan Persyarikatan
Muhammadiyah, setelah tragedy perselisihan antara KAMMI dengan HTI UB yang
rebutan tempat kajian, karena menyelenggarakan acara di saat yang sama,
ironisnya, kegiatan mereka tanpa sepengetahuan takmir. Karena menimbulkan
keributan, Pak H.Ridwan (ketua Takmir) dan Pak Sam’un mengusir mereka, dan
melarang mereka memakai masjid lagi. Beberapa hari setelah itu, para Murabbi
Tabiyah dan Musyrif HTI datang ke Takmir di waktu berlainan, yang mengecam
tindakan takmir mengusir dan melarang kegiatan para kadernya (KAMMI dan HTI).
Mereka mengecam, tanpa tahu, duduk perkara sebabnya, bahkan terkesan mengadu
domba. Hal itu semakin memperkuat Takmir untuk meneguhkan kebijakannya,
melarang kegiatan di luar Persyarikatan Muhammadiyah (kecuali kegiatan warga
RT/RW), serta memfokuskan Masjid al Khairat sebagai Masjid pusat pengkaderan di
Muhammadiyah. Sehingga sampai saat ini, kegiatan Muhammadiyah dan Ortom yang
diselenggarakan di Masjid Al Khairat mendapat dukungan, baik moril dan materiil
dari Takmir. Di saat itu, IMM UB di sambut baik, bak anak emas di Masjid Al
Khairat, yang diberi akses “tanpa batas” dalam memakmurkan masjid dengan
berbagai aktivitas kegiatannya.
Di pertengahan 2006, IMM UB yang
mentas dari kevakuman, mulai menampakkan syiarnya, dengan memasang simbol-simbol
organisasi di area masjid, seperti memanfaatkan papan pengumuman menjadi mading
IMM, memasang papan nama dan spanduk, serta mulai rutinnya kegiatan kajian dan
kegiatan lain-lain IMM UB. Hal tersebut memancing black campaign dari aktivis
OMEK lain, seperti KAMMI dengan underbow LDK/LDF, serta HTI dengan GP sebagai
underbownya. Mulai petengahan 2006 tersebut, bahkan sampai saat ini, mereka
mengisukan, bahwa kejayaan Masjid Al Khairat dahulu yang ramai oleh aktivitas
ke-Islaman dari seluruh golongan pudar, karena IMM UB sok berkuasa, bahkan ada
statement karena sok berkuasa, maka IMM UB harus dihancurkan, entah dengan
mengkerdilkan eksistensinya, merebut kadernya, dan mendoktrin mahasiswa lainnya
dengan isu-isu negative tentang IMM UB. Hal itu karena masjid itu bukan milik
golongan, tapi milik Islam.
Hal ini merupakan tuduhan yang tak berdasar. Dikarenakan sebelum
IMM UB berada di Alkhairat, Masjid ini memang dalam kondisi pemulihan akibat
aktivitas perebutan yang dilakukan aktivis Tarbiyah (KAMMI) dan HTI yang memang
vakum karena ulah mereka yang berusaha mendominasi di Alkhairat dan berusaha
“menendang” Takmir dan akhirnya datang kebijakan dari Takmir yang tidak
membolehkan pemakaian masjid oleh Tarbiyah dan HTI (untuk sementara) karena ada
kebijakan dari PP Muhammadiyah untuk menjauhkan asset-aset Muhammadiyah untuk
kepentingan politik dan menguatkan eksistensi Muhammadiyah di AUM yang memang
saat itu Muhammadiyah cukup repot dengan usaha penggerogotan organisasi,
perebutan kader bahkan amal usaha (masjid dan sekolah) oleh aktivis Tarbiyah.
Sehingga dapat disimpulkan bukan IMM lah penyebab menurunnya kualitas
kemakmuran Al khairat, namun malahan IMM lah yang berusaha mengembalikan
kejayaan Al Khairat dengan kegiatan-kegiatannya, menguatkan eksistensi
Muhammadiyah dan bahkan menjembatani antara Takmir dan teman-teman Tarbiyah dan
HTI serta organisasi-organisasi lain untuk dapat mengakses Al Khairat namun
dengan penuh etika. Karena bagaimanapun ketika akses ke Al Khairat tertutup,
IMM UB sadar mereka akan tercecer di jalanan, tidak memiliki tempat dalam
mengadakan kegiatan mereka. Dan bukankah Muhammadiyah sejak dahulu memposisikan
dirinya sebagai payung besar bagi peradaban umat Islam, walaupun kita harus
kritisi menjadi payung besar yang menaungi dan memberikan pencerahandan juga
memiliki wibawa dan apa yang dinaungi harus mau menjunjung tinggi etika.
Menjadi tanggung jawab besar bagi kader-kader IMM UB
mendatang untuk dapat menjadikan Al Khairat sebagai pusat ke-Islaman di
lingkungan mahasiswa UB, memakmurkannya dengan kegiatan-kegiatannya serta
mengikhlaskan diri kader-kader untuk mau mengabdi di Al Khairat yang secara
tidak langsung juga akan menguatkan eksistensi Muhammadiyah dan IMM UB. Al
Khairat dapat dijadikan sarana untuk dapat mendekatkan IMM UB dengan masyarakat
maupun dengan keluarga besar Muhammadiyah di Malang. Masa depan Al Khairat ada
di tangan kader-kader IMM UB di masa mendatang…
·
Periodesasi
Perjalanan IMM UB
Ketum IMM UB dari masa ke masa
1.
Abdul Ghofar (Malang)
(Akuntansi FE UB 1993). Periode 1995-1997
2.
“X” Periode 1997-1998 (perlu
ada pelacakan sejarah tentang structural periode tersebut)
3.
“X” Periode 1998-1999 (perlu
ada pelacakan sejarah tentang structural periode tersebut)
4.
1999-2000 (vakum)
5.
Wahyu Suci Utomo (Gresik) (THP,
FPi UB 1998). Periode 2000-2001
6.
Catur Adi Nugroho (Lamongan) (Teknik
Pengairan, FT UB 1999). Periode 2001-2003*
7.
Afifuddin Latif Adirejo
(Probolinggo) (Agronomi, FP UB. 2000) Periode 2003-2004*
8.
Mursyid Adi Wijaya (Surakarta)
(Manajemen, FE UB 2001). Periode 2004-2005
9.
Rahardian Noor (Lamongan) (TP,
FTP UB 2001). Periode 2005-2006
10. Dedy Suryanto (Banyuwangi) (Manajemen, FE UB 2005).Periode
2006-2007&2007-2008
11. M. Afrizal Ananta (Batu) (Manajemen, FE UB 2005). Periode 2008-2009
12. Alwahidul Mubarok (Lamongan) (FPik 2007). Periode 2009 – 2010
13. Ahmad Hanif Firdaus (Lamongan) (Mesin, FT 2007). Periode 2010-2011
14. Alif Furqoni Aulia W (Surabaya) (manajemen, FEB 2009). Periode
2011-2012
15. Prima Tahta Amrillah (Pamekasan / Komisariat Acacia Science ), Ikhlasul Amal (Pasuruan / Komisariat Oxygen) dan Deny Aditya Susanto (Bojonegoro / Fuurinkazan)
15. Prima Tahta Amrillah (Pamekasan / Komisariat Acacia Science ), Ikhlasul Amal (Pasuruan / Komisariat Oxygen) dan Deny Aditya Susanto (Bojonegoro / Fuurinkazan)
*Ketum
Korkom dengan tiga komisariat yang eksis
Persembahan
Spesial untuk Pejuang-Pejuang Islam Masa Depan, Adek-Adek IMMawan/IMMawati
tersayang.
From:
kakak-kakak IMMawan/IMMawati Angkatan 2005. (Dedy Suryanto, Aang Kunaifi,
Nursyan Miadi, M. Afrizal Ananta, Oki Wijaya, Asahedi Umoro, Gunawan Hidayat,
Jazilah Kurniawati dan Tyas Kinasih)
Mungkin
hanya ini bekal tertulis yang bisa menemani kalian kelak dalam mengemban
amanah. Yakinlah berjuang untuk Islam di wadah ini begitu indah dan pilihan
yang tepat, luruskan niat kalian dan tidak ada perjuangan yang sia-sia.
Walaupun
nantinya raga kita saling berpisah, terbatasi oleh ruang dan waktu, namun hati
–hati kita tetap seolah menyatu, dan semoga kelak kita dihimpunkan kembali
dalam wadah yang agung, kridhoan Ilahi di Surga-Nya. Amin ya robbal ‘alamin.
Spesial
thank’s to: alumni IMM UB sebagai nara sumber yang telah berbagi pengalaman
kepada kami angkatan 2005, serta dinamika kehidupan umat dengan segala pengalaman
dan suka dukanya yang membuka mata hati untuk bersikap lebih dewasa.
Jayalah
Islam, Jayalah Muhammadiyah dan Jayalah IMM ku.
Fastabiqul khairat!
alhamdulillah, terimakasih kepada alumni2 yang sudah bersedia menceritakan sejarah IMM UB secara tertulis. Ini sungguh persembahan spesial. Semoga menjadi Amal Jariyah kakak2 sekalian aamiin :)
BalasHapusalhmdulilah baru baca tulisan ini, bgmn kabarnya teman2 imm?
BalasHapus